Minggu, 20 Februari 2011

peran akuntansi dalam pasar modal global

Peranan Pasar Modal dalam Menggerakkan Pertumbuhan Ekonomi Sektor Riil

Peranan Pasar Modal dalam Menggerakkan Pertumbuhan Ekonomi Sektor Riil
Potensi Ekonomi Syariah dan Sukuk:
Prospek dan Tantangan

(Harianto Solichin) Pertanyaan yang diajukan oleh Penyelenggara seminar pada dasarnya adalah menggarisbawahi
fakta bahwa, “kinerja pasar modal Indonesia yang mengkilap sepanjang tahun 2007 ternyata tidak diimbangi
dengan kinerja pada sektor riil atau sektor yang menyerap tenaga kerja”. Dengan contoh Bursa Efek China yang
mempunyai kinerja mengkilap dan juga dapat meningkatkan kinerja sektor riil, mengapa Bursa Efek Indonesia tidak bisa
berbuat yang sama?

Saat ini, kondisi ekonomi Indonesia dapat dikatakan stabil. Pertumbuhan PDB (Produk Domestik Bruto) Indonesia naik
6.0% pada triwulan I 2007 dibandingkan periode yang sama 2006. Sedangkan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun
2006 sebesar 5,48%, dibandingkan tahun 2005 sebesar 5,68%. Dilain sisi inflasi turun dari 10,7% di tahun 2005 menjadi
6,5% di tahun 2007.

Dalam bidang perbankan, ternyata juga ada kemajuan yang cukup signifikan, yaitu jumlah penghimpunan dana pada
bank umum terus meningkat, dari Rp. 1.096,9 triliun pada Desember 2006 menjadi Rp 1.289,6 triliun pada Desember
2007. Sedangkan fluktuasi nilai tukar dollar Amerika relative stabil, dengan kisaran di sekitar Rp. 9.000 per dollar
Amerika.

Sedangkan, dalam instrumen keuangan lainnya, seperti asuransi, reksadana, Sertifikat Bank Indonesia, Surat Utang
Negara dan lain-lain juga cukup baik. SUN juga membuktikan bahwa selalu habis terpesan pada saat diterbitkan. Dalam
hal reksadana, total NAB Reksadana per 2007 sudah mencapai nilai Rp. 73,67 triliun.

Semua ini dapat menjadi indikator bahwa kondisi ekonomi, perbankan, dan keuangan Indonesia mengalami kemajuan
yang cukup menjanjikan.

Namun mengapa kurang sekali kemajuan dalam sektor riil?

Banyak assumsi dan hipotesa, baik yang diajukan oleh para akademisi maupun praktisi ekonomi Indonesia guna
menjawab pertanyaan ini, antara lain berkaitan dengan:
- Kurangnya kepastian aturan hukum dan penegakan hukum di Indonesia.
- Kondisi sosial politik dan ekonomi yang masih labil.
- Daya beli masyarakat yang rendah; dan yang berperan aktif dalam pasar modal hanyalah “pihak-pihak yang itu-
itu” juga. Dengan kata lain, masih rendahnya kemampuan investor Indonesia pada umumnya
- Kekhawatiran akan perubahan kebijakan ekonomi nasional, yang cenderung berubah-ubah, seiring dengan
kepentingan politik penguasa.

Paper ini ikut mempertanyakan hal ini, namun mencoba mengajukan assumsi dari sisi yang berbeda, yaitu bahwa
kurang berkembangnya ekonomi sektor riil, adalah karena kurangnya dilakukan ekplorasi akan sumber-sumber dan
potensi ekonomi lain, yang dalam hal ini Sukuk; dan kurang “sigap”nya pejabat pembuat peraturan dan
yang berwewenang mengatur pasar modal di Indonesia, dalam mengantisipasi dan menangkap peluang dari tumbuhnya
”trend” ekonomi baru, baik di wilayah Asia maupun Eropa saat ini, yaitu meningkatnya dana syariah dan
berkembangnya sukuk, khususnya dari negara-negara yang mulai mengadopsi perekonomian syariah.

Sekilas Perkembangan Ekonomi Global : Ekonomi Syariah dan Sukuk

Sejak akhir dekade 1990an perekonomian global di goyang oleh pesatnya pertumbuhan perekonomian China dan India.
Sedangkan, dibelahan dunia lain, perekonomian lesu karena meningkatnya harga minyak dunia yang menembus batas
US $100 per barrel, yang akhir-akhir ini, ditambah dengan krisis Sub-Prime Mortgage di Amerika yang juga
mempengaruhi kondisi lesunya perekonomian dunia.

Namun, disisi lain, yang luput dari pengamatan kita, khususnya para Pimpinan institusi perekonomian Indonesia, adalah
berkembangnya perekonomian Syariah, khususnya perkembangan kekuatan dana likuiditas dan investasi di wilayah
Timur Tengah.

Sejak akhir dekade 90 an, dengan adanya “oil price boom” terdapat peningkatan dana di wilayah Timur
Tengah. Sedemikian besarnya dana ini, sehingga ada yang menyatakannya sebagai timbulnya “Oasis
Economies” (Joe Saddi, Karim Sabbagh & Richard Shediac, Oasis Economies, Booz Allen Hamilton, 2008).
“Oasis economies” ini bukan hanya karena besarnya investasi di negara-negara teluk, tetapi juga tumbuh
pesatnya perkonomian yang berdasar kepada syariah perkonomian Islam. Diawali dengan penerbitan “ijarah
sukuk” atau “fixed rate bond” oleh Pemerintah Bahrain, kemudian oleh Dinas Penerbangan Sipil
Dubai (Hjh Salma Bee Hj Noor Mohamed Abdul Latif & Dr. Abul Hassan, Issuance of Sukuk Landmark Towards Islamic
Capital Market in Brunei Darussalam, Borneo Bulletin, November 16, 2005), sampai akhir-akhir ini penerbitan sukuk oleh
Pemerintah Malaysia, telah mendorong tumbuhnya perekonomian dan investasi yang berdasar kepada syariah Islam.

Sedemikian besarnya perekonomian yang berdasar pada ekonomi syariah ini, sehingga Sandard & Poor memperkirakan
bahwa asset keuangan Islam saat ini telah mencapai US$ 531 milyard pada akhir tahun 2006, US$ 750 milyar pada
tahun 2007, dan berpotensi berkembang menjadi US$ 4 trillion dalam kurun waktu kurang dari 5 tahun (Fuwad Beg,
Islamic Finance and the War for Talent, Centriva, Strategic Business, April 1, 2008; dan Ayman H. Abdel-Khaleq &
Christopher F. Richardson, New Horizons for Islamic Securities: Emerging Trends in Suku Offerings, Chicago Journal of
International Law, Vol 7, no. 2,Winter 2007).

Dalam mengantisipasi besarnya pertumbuhan dana syariah ini, Pemerintah Malaysia melakukan tindakan yang cukup
berani, yaitu mulai tahun anggaran 2007, Pemerintah Malaysia memberikan insentif dengan memberikan
“kebebasan pajak” sampai dengan tahun 2016 kepada bank-bank Islam di Malaysia, baik yang melakukan
transaksi dengan pihak-pihak asing dengan menggunakan mata uang asing maupun Ringgit Malaysia (Jennifer Chang,
Budget 2007: A Boost for Islamic Bank, Preicewaterhouse Coopers, The Edge, Sept 18, 2006).

Perkembangan pasar modal dengan berdasar pada ekonomi Syariah dan Sukuk di Malaysia telah amat berkembang.
Bukan saja Pemerintah Malaysia amat mendukung, akan tetapi juga tambahan kemudahan-kemudahan diberikan oleh
otoritas keuangan/perbankan dan Pasar Modal Malaysia untuk tetap dapat terus “memancing” dana
syariah, terutama dari Timur Tengah. Pertumbuhan pasar modal Syariah di Malaysia juga amat menjanjikan. Per 30
September 2007, dana “Syariah Based Unit Trust Fund” di Bursa Efek Malaysia, tercatat hampir mencapai
21 triliun ringgit. Pada kwartal ke 3 tahun 2007, jumlah sukuk di Malaysia 14,730 milyar ringgit yang diterbitkan oleh 14
perusahaan. Bahkan Menurut Aslim Tadjudin, Deputi Gubernur BI pada saat Lokakarya Sukuk 19 Juni 2007,
menyatakan bahwa dari sekitar US$ 13,8 milyar sukuk global US$ 11,5 milyar atau sekitar 80% dikuasai oleh Malaysia.

Bahkan, negara kecil seperti Brunei Darussalam dan Singapura juga sudah menerbitkan peraturan pemerintah
berkenaan dengan sukuk dan bersiap-siap berlomba menimba dana syariah ini.

Indonesia: Perkembangan Ekonomi Syariah dan Sukuk.

Di Indonesia sendiri, secara sederhana dapat dikatakan bahwa perkembangan perekonomian syariah sudah semakin
terlihat kemajuannya. Dimulai dengan UU no 19 tahun 1998 tentang Perubahan atas UU no. 7 tahun 1992 tentang
Perbankan, maka landasan untuk operasionalisasi bank Syariah telah ditetapkan. Ditambah lagi kemudian dengan UU
no: 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia, maka Bank Indonesia telah mempunyai landasan hukum yang kuat untuk
dapat menerapkan prinsip-prinsip syariah dalam bidang perbankan dan keuangan. Saat ini, sudah semakin banyak bank
nasional dan asing yang sekarang membuka pelayanan bank secara syariah. Dari data BI tercatat posisi perbankan
syariah sebesar 1,7% atau bernilai Rp. 33.3 triliun dibanding dengan bank konvensional (Kominfo Newsroom, 8 Januari
2008). Pertumbuhan asset perbankan syariah diperkirakan sekitar 31%.

Demikian juga berbagai kegiatan obligasi syariah (Mudharabah dan Ijarah) yang diterbitkan oleh beberapa perusahaan
publik di Indonesia. Diawali hanya dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional, MUI, no: 32/DSN-MUI/IX/2002, dan dengan
Obligasi Syariah Indosat (2002) sebagai pelopornya, pasar modal syariah mulai mencoba mencari bentuknya di
Indonesia (lihat antara lain, Keputusan Bapepam no: Kep-386/BL/2007).

Sebenarnya, Dewan Syariah Nasional, MUI, amat aktif mengeluarkan fatwa-fatwa yang menunjang perkembangan
kegiatan ekonomi dan pasar modal syariah di Indonesia. Diterbitkannya peraturan-peraturan baru oleh Bapepam
berkenaan dengan “keuangan syariah” ini juga atas dukungan Dewan Syariah Nasional. Bahkan, dalam
pertemuan antara Dewan Syariah Nasional dengan Dirjen Pajak pada bulan Maret 2008, pemerintah telah sepakat untuk
menghapus pajak yang terkait dalam transaksi murabahah di lembaga keuangan syariah. Namun demikian, mungkin
karena MUI bukan lembaga ekonomi, maka belum banyak pelaku ekonomi dan keuangan yang menyimak keberadaan
fatwa-fatwa Dewan Syariah Nasional di MUI ini.

Dalam Siaran Pers “30 Tahun Diaktifkannya Kembali Pasar Modal Indonesia” tanggal 10 Agustus 2007,
Bapepam melaporkan bahwa perkembangan Obligasi Syariah tumbuh sebesar 23,53% dan nilai emisi tumbuh 47,70%
terhitung Sejak akhir tahun 2006. Sampai akhir Juli 2007, terdapat 21 Emiten (12,21% dari total emiten dengan nilai
emisi Rp. 3,174 triliun atau 2,47% dari total emisi obligasi. Sedangkan dalam hal Reksadana Syariah, dalam periode
yang sama, juga telah tumbuh sebesar 14,29% dengan NAB tumbuh sebesar 75,11%. Sampai dengan Juli 2007,
terdapat 24 Reksadana Syariah (6,1% dari total Reksadana) dengan NAB sebesar Rp 1.214,72 milyar (1,68% dari total
NAB Reksadana sebesar Rp. 73.670,62 milyar). Kemudian, pada Koran Sindo Edisi Sore tanggal 20 Januari 2008,
diberitakan bahwa dari Data Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan disebutkan bahwa hingga akhir
tahun 2007 total kumulatif penerbitan sukuk mencapai 21 emiten dengan nilai emisi sukuk korporasi mencapai Rp. 3,7
triliun. Dari jumlah tersebut, 19 sukuk di antaranya masih beredar dengan nilai emisi sebesar Rp. 2,9 triliun, terdiri atas
sukuk Mudharabah sebesar Rp. 705 milyar dan 13 suku Ijarah sebesar RP. 2,2 triliun.

Bapepam mulai mengeluarkan peraturan yang berkaitan dengan Efek Syariah pada tahun 2006 dengan Keputusan no:
Kep-130/BL/2006 dan no: Kep-131/BL/2006 tanggal 23 November 2006. Peraturan ini kemudian ditindaklanjuti dengan
Keputusan Bapepam n: Kep-314/BL/2007 tanggal 31 Agustus tentang “Kriteria dan Penerbitan Daftar Efek
Syariah”; Keputusan no: Kep-386/BL/2007 tanggal 30 November 2007 tentang “Daftar Efek
Syariah”. Tidak lama kemudian, Bapapem mengeluarkan Peraturan no: Per-03/BL/2007 tanggal 10 Desember
2007 tentang “Kegiatan Perusahaan Pembiayaan Berdasrkan Prinsip Syariah” dan Peraturan no: Per-
04/BL/2007 tanggal 10 Desember 2007 tentang “Akad-Akad yang Digunakan dalam Kegiatan Perusahaan
Pembiayaan Berdasarkan Prinsip Syariah”

Adanya peraturan-peraturan baru yang berkaitan dengan dunia usaha properti antara lain dengan diterbitkannya seri
peraturan tentang “Dana Investasi Real Estat Berbentuk Kontrak Investasi Kolektif”(lihat rangkaian
Keputusan Bapapem no. 423, 424, 425, dan 426, tahun 2007), belum menyentuh hal-hal yang mendukung untuk dapat
mengikutsertakan “prinsip syariah” secara jelas.

Bilamana sukuk di Timur Tengah dapat digunakan untuk mendanai pembangunan Perluasan Bandar Udara Dubai,
pembangunan Rumah Sakit di Bahrain dan Qatar, sampai kepada pembangunan “Palm Island” di Dubai;
dan di Malaysia sukuk dapat digunakan untuk pengembangan energi, industri dan properti, maka di Indonesia belum ada
yang memanfaatkannya. Bilamana ada, maka skala yang ditangani masih berjumlah relatif kecil. Sedangkan, di
beberapa negara, penggunaan sukuk untuk membiayai berbagai macam proyek yang bisa menumbuhkan sektor riil
telah berhasil dengan baik di negara-negara lain, termasuk Jerman dan Amerika Serikat. Sebagai contoh saja, misalnya:
seperti yang dikutip oleh Abdel-Khaleq dan Richardson, sampai Mei 2006, lebih dari US$4.1 milyar sukuk telah
diterbitkan. Beberapa analis ekonomi memperkirakan jumlah ini akan bertambah US$ 9 milyar lagi, hanya di negara-
negara Teluk sampai akhir tahun 2006.

Beberapa Sukuk diterbitkan pula oleh negara, termasuk oleh negara Bahrain pada tahun 2001. Qatar Global sukuk di
tahun 2003 memperoleh dana sebesar US$ 700 juta. Otoritas Penerbangan Sipil Dubai memperoleh US$ 1.6 milyar.

Di Eropa, Pemerintah Provinsi Saxony Anhalt di Jerman, memperoleh 100 juta Euro, baik dari investor Timur Tengah
maupun Eropa. Sukuk yang mempunyai masa 5 tahun ini didukung oleh sebuah asset property di Negeri Belanda (Abdel-
Khaleq dan Richardson; lihat juga Mahmoud A. El-Gamal, Islamic Finance: Law, Economics, and Practice 107,
Cambridge, 2006).

Sukuk korporasi juga diterbitkan oleh Perusahaan Minyak Raksasa Arab Saudi SABIC yang memperoleh US$ 800 juta;
dan perusahaan Energi Malaysia Jimah Energy Venture memperoleh US$ 1.27 milyar dollar (Abdel-Khaleq dan
Richardson; lihat juga Emilie Rutledge, Sukuk Has Entered English Lexicon and Is Here to Stay, ARAA Gulf Views (July
29, 2006), available online at
Perusahaan minyak dan gas Amerika, Gulf of Mexico, yang didukung oleh asset yang non-Syraih, memperoleh US$
165.7 juta untuk mengembangkan fasilitas produksinya (lihat juga Ivar Simensen, Capital Markets and Commodities: Axa
Chooses Hybrids, Fin Times UK 39 (June 16, 2006); see also Lane, Islamic Bond Market, Wall St J C1. Sukuk terbesar
mungkin diterbitkan oleh Dubai Port World di tahun 2006 yang menawarkan jumlah US$ 3,5milyar. Kemudian di tahun
2007, the Saudi Arabian General Investment Authority SAGIA) mencanangkan pembangunan 6 kota, dengan awal
membangun Kota King Abdullah dengan invstasi awal US$ 30 milyar. SAGIA akan menerbitkan Sukuk untuk keperluan
ini. (Joe Saddi, et al. Oasis Economies; lihat juga AME Info, Lagoon City US$ 125,000,000 Musharaka Sukuk Road
Show Commences in Kuwait (Nov 15, 2005), available online at Centre, Emirates Islamic Bank and Liquidity Management Centre Lead Bukhatir Investments Limited US$ 50 Million
Sukuk Offering (May 14, 2006), available online at
Mengingat besarnya penduduk Muslim di Indonesia, maka tidak salah bilamana “the work of Shariah Bureau of
Bank Indonesia demonstrates that Indonesia, especially in particular parts of the country, has considerable
“unmetdemand” for Islamic banking” (Thomas A. Timberg, Islamic Banking and Its Potential Impact,
Risk Management: Islamic Finance Policies, Nathan Associates, Inc) - dan mungkin juga “Islamic Capital Market
Indonesia”. Apalagi menimbang bahwa Indonesia adalah negara yang termasuk anggota aktif dari Organisasi
Konperensi Negara Islam dan juga ikut berperan dalan Islamic Development Bank. Kesempatan untuk mengembangkan
sukuk dalam pasar modal Indonesia tentunya cukup besar.
SEJARAH AKUNTANSI INTERNASIONAL

Akuntansi memainkan peranan yang sangat penting dalam masyarakat. Sebagai cabang ilmu ekonomi, akuntansi memberikan informasi mengenai suatu perusahaan dan transaksinya untuk memfasilitasi keputusan alokasi sumber daya oleh para pengguna informasi tersehut. Jika informasi yang dilaporkan dapat diandalkan dan bermanfaat, sumber daya yang terbatas tersebut dialokasikan secara optimal, dan sebaliknya alokasi sum berdaya akan menjadi kurang optimal jika informasi kurang andal dan tidak bermanfaat. Akuntansj internasionaltidaklah berbeda dan peranan yang dimaksudkan. Yang membuat studinya berbeda adalah bahwa perusahaan yang dilaporkan adalah perusahaan multinasional (multinational compain, MNC) dengan operasi dan transaksi yang melintasi batas-batas negara, atau suatu perusahaan dengan kewajiban pelaporan kepada para pengguna yang berlokasi di negara selama negara perusahaan pelaporan.

Sejarah akuntansi merupakan sejarah internasional. Kronologi berikuk ini menunjukkan bahwa akuntansi telah meraih keberhasilan besar dalam kemampuanya untuk diterapkan dari satu kondisi ke kondisi lainnya sementara di pihak lain memungkinkan timbulnya pengembangan teres-menerus dalam bidang teori dan praktik di seluruh dunla. Sebagai permulaan, sistem pembukuan berpasangan (doithfe-entru Lookkreping), yang umumnya dianggap sebagai awal penciptaaa akuntansi seperti yang kita ketahui selama ini, berawal dari negam-negah kota di Italia pida abad ke-14 dan 15.

Perkernbangannya didorong oleh pertumbuhan perdagangan intemasional di Italia Utara selama masa akhir abad pertengahan dan keinginan pemerintah untuk menemukan cara dalam mengenakan pajak terhadap transaksi komersial. ”Pembukuan Italia” kemudian berilih ke Jerman untuk membantu para pedagang pada zaman Fugger dan Kelompok Hanseatik. Pada waktu yang hampir bersamaan, para filsuf hitvis di Belanda mempertajam cara menghitung pendapatan periodik dan aparat pemerintah di Prancis menemukan keuntungan menerapkan keseluruhan sistem dalam perencanaan dan akuntabilitas pemerintah.

Perkembangan Inggris Raya menciptakan kebutuhan yang tak terelakkan lagi bagi kepentingan komersial Inggris untuk mengelola dan mengendalikan perusahaan di daerah koloni, dan untuk pencatatan perusahaan kolonial mereka yang akan diperiksa ulang dan diverifikasi. Kebutuhan-kebutuhan mi menyebabkan tumbuhnya masyarakat akuntansi pada tshun 1850-an dan suatu profesi akuntansi publik yang terorganisasi di Skotlandia dan Inggris selama tahun 1870-an. Paktik akuntansi laggris memyebar luas tidak hanya di seluruh Amerika Utara, tetapi juga di seluruh wilayah Persemakmuran Inggris yang ada waktu itu.

Perkembangan pembukuan pencatatan berpasangan

Perkembangan tersebut meliputi hal-hal berikut ini :

1. Sekitar abad ke-16 terjadi beberapa perubahan di dalam teknik-teknik pembukuan. Perubahan yang patut dicatat adalah diperkenalkan jurnal-jurnal khusus untuk pencatatan berbagai jenis transaksi yang berbeda.

2. Pada abad ke-16 dan 17 terjadi evolusi pada praktik laporan keuangan periodik. Sebagai tambahan lagi, di abad ke-17 dan abad ke-18 terjadi evolusi pada personifikasi dari seluruh akun dan transaksi, sebagai suatu usaha untuk merasionalisasikan aturan debit dan kredit yang digunakan pada akun-akun yang tidak pasti hubungannya dan abstrak.

3. Penerapan sistem pencatatan berpasangan juga diperluas ke jenis-jenis organisasi yang lain.

4. Abad ke-17 juga mencatat terjadinya penggunaan akun-akun persediaan yang terpisah untuk jenis barang yang berbeda.

5. Dimulai dengan East India Company di abad ke-17 dan selanjutnya diikuti dengan perkembangan dari perusahaan tadi, seiring dengan revolusi industri, akuntansi mendapatkan status yang lebih baik, yang ditunjukkan dengan adanya kebutuhan akan akuntansi biaya, dan kepercayaan yang diberikan kepada konsep-konsep mengenai kelangsungan, periodisitas, dan akrual.

6. Metode-metode untuk pencatatan aktiva tetap mengalami evolusi pada abad ke-18.

7. Sampai dengan awal abad ke-19, depresiasi untuk aktiva tetap hanya diperhitungkan pada barang dagangan yang tidak terjual.

8. Akuntansi biaya muncul di abad ke-19 sebagai sebuah hasil dari revolusi industri.

9. Pada paruh terakhir dari abad ke-19 terjadi perkembangan pada teknik-teknik akuntansi untuk pembayaran dibayar di muka dan akrual, sebagai cara untuk memungkinkan dilakukannya perhitungan dari laba periodik.

10. Akhir abad ke-19 dan ke-20 terjadi perkembangan pada laporan dana.

11. Di abad ke-20 terjadi perkembangan pada metode-metode akuntansi untuk isu-isu kompleks, mulai dari perhitungan laba per saham, akuntansi untuk perhitungan bisnis, akuntansi untuk inflasi, sewa jangka panjang dan pensiun, sampai kepada masalah penting dari akuntansi sebagai produk baru dari rekayasa keuangan (financial engineering).

PERKEMBANGAN PRINSIP-PRINSIP AKUNTANSI DI AMERIKA SERIKAT

1 Tahap kontribusi manajemen (1900-1933)

Pengaruh manajemen di dalam formulasi prinsip-prinsip akuntansi muncul dari meningkatnya jumlah pemegang saham dan peranan ekonomi dominan yang dimainkan oleh perusahaan-perusahaan industri setelah tahun 1900. Pemain utama pada masa itu adalah asosiasi akuntan profesional, American Institute of Accountans (AIA).

Posisi dari AIA atas permintaan dari Komisi Dagang Federal (Fedeal Trade Commission-FTC) adalah bahwa “tidak ada biaya penjualan, beban bunga atau beban administrasi di dalam biaya overhead pabrik”. Penentang atas posisi dari Institut ini menghadapi pernyataan di dalam laporan yang mengatakan “diperhitungkannya bunga di dalam biaya produksi adalah teori yang tidak berdasar dan salah, dan dapat dikatakan mustahil (absurad) di dalam praktiknya”. Pihak yang menentang pun mengalami kekalahan. Kejadian penting yang lain dimasa itu adalah meningkatnya dampak dari teori akuntansi terhadap perpajakan atas laba usaha. Meskipun Undang-Undang pendapatan tahun 1913 telah memberikan dasar kalkulasi laba kena pajak dengan dasar penerimaan dan pengeluaran kas, Undang-Undang tahun 1918 adalah yang pertama mengakui peranan dari prosedur akuntansi di dalam penentuan laba kena pajak.

2 Tahap kontribusi institusi (1933-1959)

1. Pada tahun 1934, Kongres menciptakan SEC dengan tugas untuk mengelola beragam hukum-hukum investasi federal, termasuk Undang-Undang Sekuritas pada tahun 1933 yang mengatur penerbitan sekuritas di pasar-pasar antarnegara bagian dan Undang-undang Sekuritas tahun 1934 yang mengatur perdagangan sekuritas.

2. Setelah publikasi yang dilakukan oleh Ripley di dalam satu artikel yang mengkritik teknik-teknik pelaporan sebagai sesuatu yang memperdayakan, George O. May, kebangsaan Inggris, mengusulkan agar Institut Akuntan Publik Bersertifikat Amerika (American Institute of Certified Public Accountant-AICPA) memulai sebuah usaha kerja sama dengan bursa efek. Sebagai akibatnya, Komite Khusus dari AICPA melalui kerja sama dengan Bursa Efek menyarankan solusi umum berikut ini :

Alternatif yang lebih pratikal adalah membiarkan setiap perusahaan untuk bebas memilih metode-metode akuntansinya sendiri di dalam …batasan yang sangat luas…namun mengharuskan adanya pengungkapan dari metode yang dipergunakan dan konsistensi pengaplikasiannya dari tahun ke tahun..

Sebagai tambahan, Komite mengusulkan percobaan resminya yang pertama untuk mengembangkan teknik-teknik akuntansi yang berlaku umum. Dikenal sebagai “prinsip-prinsip umum” (board principles).

3. Setelah diterbitkannya ASR No. 4 oleh SEC, yang menantang profesi akuntan untuk memberikan “dukungan substansial dari yang berwenang” bagi prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku, dan meningkatnya kecaman dari Asosiasi Akuntansi Amerika (American Accounting Association) dan para anggotanya yang baru saja dibentuk, Institut selanjutnya di tahun 1938 memutuskan memberikan kuasa kepada Komite Prosedur Akuntansi (Committee Accounting Procedure-CAP) untuk mengumumkan keputusannya.

3 Tahap politisasi (1973-sekarang)

Keterbatasan yang dimiliki oleh baik asosiasi profesional maupun manajemen di dalam memformulasikan suatu teori akuntansi telah mengarah kepada pengadopsian suatu pendekatan yang lebih deduktif sekaligus melakukan politisasi atas proses penetapan standarnya-sebuah situasi yang diciptakan oleh pandangan yang berlaku umum bahwa angka-angka akuntansi memengaruhi prilaku berekonomi dan, sebagai konsekuensinya, aturan-aturan akuntansi hendaknya dibuat di dalam arena politik.

Sejak awal, FASB telah menerapkan sebuah pendekatan deduktif dan quasi politik dalam formulasi dari prisnip-prinsip akuntansi. Hal yang dilakukan oleh FASB mendapatkan nilai yang lebih baik, pertama, dengan adanya usaha untuk mengembangkan suatu kerangka kerja teoretis atau kesepakatan dalam akuntansi, dan kedua, dengan lahirnya berbagai kelompok yang berkepentingan, yang kontribusinya diperlukan bagi penerimaan “umum” atas standar baru. Oleh sebab itu, proses penetapan standar memiliki aspek politis di dalamnya.

Proses dari penetapan standar dapat digambarkan sebagai demokratis karena, seperti semua badan pembuat peraturan, hak Dewan untuk membuat peraturan pada akhirnya akan sangat bergantung kepada persetujuan dari pihak yang diatur. Tetapi karena penetapan standar membutuhkan beberapa perspektif, maka tidaklah tepat jika suatu standar ditetapkan dengan hanya didasarkan pada penggambaran dari para pemilihnya. Hal yang serupa pula, proses tersebut dapat diuraikan sebagai legislatif karena penetapan standar harus dimusyawarahkan dan karena seluruh pandangan harus didengarkan. Tetapi para penyusun standar diharapkan untuk dapat mewakili seluruh pemilih sebagai satu kesatuan dan tidak menjadi perwakilan dari sekelompok pemilih tertentu. Proses ini dapat diuraikan sebagai bersifat politis karena terdapat satu usaha pembelajaran yang terkait dengan usaha untuk mendapatkan penerimaan satu standar baru.